Piala Dunia Rusia 2018 Iran Nyaris Saja Buat Sejarah Baru – Iran sebagai tim nasional sepak bola ternyata masih punya taring, keberhasilan mereka di masa lalu dan baru-baru ini di Rusia 2018, mestinya membuka mata semua pihak, namun, Iran masih menjadi negara yang diabaikan oleh komunitas bola internasional. Tim Melli memang gagal maju ke babak sistem gugur dalam sejarah mereka, tapi kita bisa nilai sendiri, bahwa anak-anak Tehran ini, berani lepas dari bayang-bayang postkolonialisme serta politik yang membelenggu mereka dan bermain lebih berani serta pragmatis.
Tidak dapat disangkal bahwa di Piala Dunia FIFA 2018 Iran berada di group neraka. Group itu jadi masalah besar bagi skuad Iran, karena mereka berhadapan dengan Portugal, Spanyol, dan wakil juara Afrika, Maroko. Pelatih Queiroz asal Portugal dan akrab dengan Spanyol karena pernah sekian lama di Real Madrid memang bisa jadi the insider untuk menahan laju dua negara Iberia tersebut, walau di atas kertas terdapat jurang pemisah yang besar dalam hal kualitas antara Iran dengan Spanyol dan Portugal. Alireza Jahanbakhsh dkk, tidak bisa lari dan cari group lain yang lebih mudah pada tahun itu.
Berbeda dengan Iran, pers menobatkan Maroko sebagai skuad terbaik ketiga di Grup B, sementara Iran digambarkan akan pulang cepat dengan sangat menderita, jadi lumbung gol. Kiper Alireza Beiranvand harus siap mental untuk tidak lari dari lapangan, dan tissues untuk menghapus air matanya karena akan dibully pemain seperti Hakim Ziyech cs, CR 7 cs, dan Diego Costa cs. Tapi benarkan Iran selemah itu?
Team Melli malah keliatan nyaman dengan formasi yang relatif terstruktur dan konsisten. Ada empat pemain di belakang dan satu gelandang bertahan di tengah, sementara dua sayap lebih kedepan, di mana Iran dapat dengan cepat beralih dari 4-1-3-2 saat menyerang menjadi 4-1-4-1 saat bertahan (dan sebaliknya secara stimultan), dengan menarik kembali sayap mereka dan membatasi ruang para lawan di lini tengah.
Singkatnya, Iran lebih suka memasang pakem 4-1-4-1 yang lebih bertahan, jadi pola menyerang keluar saat ada celah bagus untuk serangan balik. Jelas, posisi jarang berubah dan bergerak sepanjang 90 menit pertandingan. Apa yang dilakukan Iran lebih pragmatis dan bertujuan pada hasil. Ini karena lawan mereka sudah dipastikan sangat tangguh.
Pemain Iran jarang bermain possesion. Build-up permainan mereka jauh lebih mirip seperti Liverpool di era Brendan Rogers, dan jelas bukan Napoli dengan Sarriball yang sangat possesion, atau Manchester City yang menyukai penguasaan bola hingga 70 persen. Iran ingin bola dimainkan oleh lawan, sementara mereka menunggu di kedalaman.
Dari awal, kiper Iran banyak melakukan lemparan dan umpan panjang. Para bek gunakan pendekatan yang lebih langsung, sementara mediano akan melempar bola jauh ke depan untuk dikejar penyerang yang punya kecepatan, jika tidak aman, operan akan dilepas ke bek sayap yang dekat. Bek sayap lalu akan mengirim bola ke pemain sayap yang kemudian mendrible lawannya.
So, Anda Jarang melihat Iran menikmati possesion yang berkelanjutan, terutama melawan tim dominator seperti Spanyol atau Portugal. Hasilnya, Spanyol bisa ditekan hanya unggul 1 gol. Sementara Portugal berhasil di tahan imbang. Selanjutnya Maroko berhasil dikalahkan. Banyak penjudi di Indonesia yang mendapatkan keuntungan karena banyak pemain yang memasang taruhan pada iran saat melawan ketiga tim tersebut. Tapi sayangnya mereka tidak bisa lanjut ke babak selanjutnya, karena dua dominator itu tidak pernah kalah di babak group. Seandainya Iran tidak bertemu lebih awal dengan negara favorit juara, hasilnya tentu akan beda.
[wp_show_posts id=”11″]